SERUYAN | Mitrapolisi.Com-Ahli waris dari almarhum Jumani, warga Desa Selunuk, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten SERUYAN, Kalimantan Tengah, telah mengajukan gugatan perdata terhadap PT Agro Indomas. Gugatan ini terkait dugaan penyerobotan lahan perkebunan kelapa sawit yang diklaim sebagai tanah warisan yang telah dikuasai secara turun-temurun sejak tahun 1984.
Kronologi Sengketa:
1984: Tanah objek sengketa dikuasai dan diusahakan oleh leluhur penggugat (alm. Jumani) secara turun-temurun, dengan pemanfaatan untuk kebun atau ladang, didukung bukti saksi masyarakat sekitar dan dokumen tanah adat/girik.
2006: Setelah wafatnya leluhur, kepemilikan tanah beralih kepada ahli waris sesuai hukum waris adat/hukum perdata, yang terus menguasai dan memanfaatkan lahan tersebut.
1997: PT Agro Indomas memasuki wilayah Desa Selunuk untuk membuka perkebunan sawit. Ahli waris mengklaim lahan mereka termasuk area yang digarap perusahaan tanpa proses jual beli, ganti rugi, atau pelepasan hak yang sah.
1995: Badan Pertanahan Nasional (BPN) menerbitkan Hak Guna Usaha (HGU) kepada PT Agro Indomas, di mana ahli waris tidak pernah dilibatkan dalam proses pengukuran maupun pelepasan tanah. konflik antara PT Agro Indomas dan warga desa Selunuk di Seruyan juga mencakup keluhan penyerobotan lahan.
Upaya mediasi telah dilaksanakan beberapa kali, dimulai sejak bulan Mei 2025 di Kantor Camat Seruyan Raya, dengan dihadiri ahli waris dan perwakilan perusahaan, namun tidak membuahkan hasil.
Merasa tidak ada itikad baik dari perusahaan, pihak ahli waris sempat melakukan penutupan akses jalan, yang juga tidak menghasilkan penyelesaian.
“Kami tutup jalan ini dengan harapan pihak perusahaan cepat merealisasikan tuntutan kami, tapi malah kami di ancam dengan ancaman pembukaan secara paksa”ujar salah satu ahli waris.
Kalau sengketa ini berlarut terus menerus dan tidak cepat di selesaikan akan menimbulkan konflik sosial di sekitar perkebunan.
Konflik agraria antara masyarakat dan perusahaan perkebunan sawit merupakan isu yang banyak terjadi di Indonesia, termasuk di Kalimantan Tengah.
Sengketa lahan semacam ini sering kali timbul karena tumpang tindih kepemilikan lahan dan proses perizinan yang tidak melibatkan masyarakat secara adil. Ahli waris berharap pihak perusahaan cepat merealisasikan tuntutan atau ganti rugi atas hak mereka. Sampai berita ini di terbitkan belum ada tanggapan dari pihak perusahaan secara tertulis maupun lisan.
(Al/Sur)