MITRAPOLISI.COM, PANDEGLANG – Pelaksanaan Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang berlokasi di Desa Carita Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang, salah satu upaya Peningkatan Kawasan Pemukiman Kumuh dengan luas 10 Ha sampai dengan 15 Ha, dengan nilai anggaran Rp 2.250.006.900,00,- bersumber dari Anggaran Pembelanjaan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Banten, tahun anggaran 2023 melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Banten, disinyalir Mark Up Rencana Anggaran Biaya (RAB) bahkan diduga kuat abaikan spesifikasi teknis pekerjaan.
Pasalnya, Proyek Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang berlokasi di Desa Carita yang saat ini dalam tahap pelaksanaan yang di kerjakan oleh Kontraktor Pelaksana PT BUMI SAMPIRAN, dinilai banyak kejanggalan, mulai dari mengabaikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), serta dari beberapa Item pekerjaan yang mengacu dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) kuat dugaan di Mark Up, bahkan parahnya lagi diduga ada beberapa Item pekerjaan yang di swadayakan ke penerima manfaat, padahal Item pekerjaan tersebut ada di Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Hasil pantauan media di lokasi pekerjaan beberapa hari lalu, faktanya pekerja tidak di lengkapi Alat Pelindung Diri (APD), bahan matrial pasir diduga tidak sesuai spek dan ada beberapa bangunan rumah yang belum terpasangnya kusen kusen jendela.
Seperti yang di sampaikan salah satu pekerja sebut saja Janim (nama samaran), bahwa lambat pak pengiriman matrial kusen jendelanya, jadi terhambat pekerjaannya. Kalau untuk pekerjaan sudah berjalan 10 hari.
Hal yang sama juga di sampaikan penerima manfaat sekaligus pekerja yang enggan di sebutkan namanya mengatakan, kalau pembongkaran rumah yang lama itu swadaya dari pemilik rumah, soalnya tidak masuk dalam hitungan borongan pekerja. Kalau borongan pekerja mulai dari penggalian pondasi.
“Kalau untuk APD seperti helm, sarung tangan, sepatu boot dan rompi itu tidak di sediakan oleh Kontraktor Pelaksananya,” ungkap salah satu pekerja sekaligus penerima manfaat.
Ditempat terpisah juga dikatakan hal yang sama oleh penerima manfaat sekaligus pekerja, untuk pembongkaran rumah yang lama itu swadaya dari kami selaku pemilik ruman, karena tidak masuk hitungan dalam borongan pekerja, pengurukan tanah pondasi rumah pun itu juga sama swadaya dari pemilik rumah.
“Kebetulan saya juga tukang bangunan, jadi rumah ini saya yang kerjakan sendiri, kalau untuk upah borongan kerjanya itu Rp 5 juta sampai naik bata, untuk atap rangka baja nya itu beda lagi borongannya,” ucapnya.
Lebih lanjut di jelaskannya, ya sebenernya kecil sih pak upah borongannya tapi lumayan saja lah, dari pada di kerjain sama orang lain, untuk pekerjaannya sudah berjalan 10 hari pak.
Hal yang sama diungkapkan oleh pekerja lainnya bahwa kalau kaitan dengan APD helm sepatu boot rompi dan yang lainnya kami tidak dikasih pak, kami kerja sudah 10 hari pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, JS selaku kontrol sosial dan juga tergabung di Ruang Jurnalis Nusantara Banten (RJN) kepada media, Senin (06/11/2023) mengungkapkan, bahwa proses pekerjaan pembersihan / pembongkaran lokasi rumah awal yang di kerjakan secara swadaya oleh penerima manfaat, serta ketinggian pemasangan pondasi batu yang berpariatif, dan diduga tidak menggunakan hamparan pasir di dalam galian pondasi, dan abaikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) serta terkesan lambannya pengiriman sejumlah bahan matrial, seperti kusen jendela. Sehingga hal tersebut dikeluhkan beberapa pekerja dan penerima manfaat.
“Untuk Item pekerjaan pembongkaran lokasi rumah lama dan pengurukan tanah pondasi rumah itu ada anggarannya kalau mengacu pada RAB yang sudah di tentukan, sementara realitanya di swadayakan ke penerima manfaat,” bebernya.
Dikatakannya, kalau di swadayakan ke penerima manfaat untuk Item pekerjaan tersebut, lalu di kemanakan anggarannya,,?. Itu cukup fantastis loh anggaran per unitnya.
“Belum lagi dugaan Mark Up anggaran Item Item pekerjaan yang lainnya,” kata JS saat ditemui media di sekitaran lokasi pekerjaan bahkan bukan hanya itu legalitas tanah juga harus dipertanyakan, menurut informasi ada beberapa KPM RTLH Yang membangun di tanah bengkok atau tanah desa, kenapa dipakai per orangan ada apa dengan kepala Desa.
Maka dari itu, JS bersama Tim kontrol sosial mendesak kepada dinas Perkim Provinsi Banten, BPK Provinsi Banten serta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera mengaudit proyek RTLH di Desa Carita Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang, yang di kerjakan oleh pihak Kontraktor Pelaksana PT BUMI SAMPIRAN.
Namun beda halnya dengan salah seorang pemerintah Desa Carita saat dimintai keterangan mengatakan bahwa, nanti akan kami sambungkan ke pemborongnya, dan kalau dengan legalitas tanah KPM RTLH sebagian tanah bukan kepemilikan tapi tanah bengkok pungkasnya.
Sementara itu, hasil pantauan di lokasi pekerjaan tidak terlihatnya pihak Kontraktor Pelaksana PT BUMI SAMPIRAN dan pihak Konsultan Pengawas dari PT PRIANGAN RAYA UTAMA, sampai tayangnya pemberitaan. Akan tetapi media akan terus menggali informasi untuk meminta hak jawab klarifikasi dari pihak terkait.
(Somantri)