Sumenep||mitrapolisi – Pelaksanaan Festival Garam di Kabupaten Sumenep menuai kritik tajam dari sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat. Acara yang seharusnya menjadi ruang promosi garam lokal itu justru dianggap hanya seremonial dan tidak memberi manfaat nyata kepada petani garam.
Dalam percakapan di sebuah grup WhatsApp yang beredar, sejumlah aktivis menilai festival tersebut lebih banyak menampilkan hiburan seperti tari-tarian dan kegiatan seremonial lain, tanpa menghadirkan produk-produk garam lokal maupun hasil olahan dari pabrik yang ada.
“Festival garam, mana hasil garam yang dipamerkan? Produk lokal atau pabrik produksi garam tidak ada. Yang ada cuma foto-foto dan tarian, ini seremonial belaka. Kenapa tidak dibuat pesta rakyat petani garam?” tulis salah satu anggota grup bernama Advocat Irul.
Kritik juga datang dari akun bernama PERS Bambang Net Jatim yang menyebut festival itu sekadar ajang hura-hura tanpa dampak signifikan.
“Ini bagian dari hura-hura karena tidak ada manfaatnya, khususnya kepada petani buje (garam). Kasihan bupati kita hanya dijadikan bahan sorotan,” tulisnya.
Sementara itu, aktivis lain menilai festival tersebut hanya dimanfaatkan untuk pencairan anggaran APBD dan CSR perusahaan. “Cair bagi kalangan ‘tikus kantor’, desa hanya diberi tambak untuk dikelola. Festivalnya sendiri tidak menyentuh nasib petani,” sindirnya.
Tak hanya soal substansi, tampilan seni dalam festival juga dikritik. Salah satu pertunjukan tarian yang disertai lirik lagu dianggap menyinggung kelompok petani tertentu. “Disebut cangkolang, jenggel, tidak sopan, tak beretika. Alias korang ajer,” protes Pers Bang Fery Pinggir Papas.
Rangkaian kritik ini mempertegas kekecewaan masyarakat terhadap penyelenggaraan Festival Garam Sumenep 2025. Alih-alih menjadi momentum promosi dan peningkatan harga garam, acara tersebut justru dianggap mengabaikan kepentingan utama para petani. (Amn)