Mitrapolisi.com -Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk bisa meningkatkan pemberdayaan pada sebuah desa. Meskipun menjadi bagian terkecil, desa digadang-gadang menjadi poros utama di mana sebuah negara yang kuat, sejahtera, dan makmur bisa berdiri.
Salah satu upaya tersebut adalah diadakannya sebuah pendamping desa. Pendamping desa bisa diartikan sebagai salah satu tenaga pendamping profesional atau dengan kata lain merupakan sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi dan kompetensi pada bidang pendampingan pembangunan serta pemberdayaan masyarakat desa.
Keberadaan pendamping desa ini juga melalui proses perekrutan yang dilakukan oleh kementerian selaku penyelenggara urusan pemerintahan pada bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, maupun transmigrasi.
Adapun tugas dari pendamping desa antara lain mendampingi desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, melakukan berbagai kerja sama dengan desa, mengembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan berskala lokal desa dengan wilayah kerjanya yang berada di kecamatan dengan spesifikasi yang disesuaikan kebutuhan dan kondisi desa.
Namun, keberadaan pendamping desa ini tampaknya perlu ada peninjauan ulang atau bisa juga disebut sebagai evaluasi. Hal ini dikarenakan pendamping desa dinilai tidak efektif serta sangat menghabiskan banyak anggaran negara.
Pendapat ini disampaikan oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) bersama dengan Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (ABPEDNAS), serta Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) yang rencananya akan diwujudkan dalam “Aksi Desa Bersatu”.Minggu, 19 Februari 2023
Aksi di atas mengerahkan massa yang terdiri dari kepala desa, anggota BPD, maupun perangkat desa dalam waktu dekat. Ada lima poin yang menjadi tuntutan dari Aksi Desa Bersatu.
Salah satu poin penting yang akan mereka sampaikan dalam aksi ini adalah mengenai kinerja dari pendamping desa yang dibentuk oleh Kementerian Desa.
APDESI, ABPEDNAS, serta PPDI meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan evaluasi terhadap keberadaan pendamping desa, sebab mereka dianggap memboroskan uang negara serta tidak efektif maupun efisien dalam mendukung pembangunan desa.
Selain dari APDESI, ABPEDNAS, maupun PPDI, pendapat serupa sebelumnya juga telah disampaikan oleh salah satu anggota Komisi V DPR RI, Sumail Abdullah. Dirinya menyampaikan bahwa Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (BPSDM-PMDDTT) sebaiknya melakukan evaluasi terhadap keberadaan pendamping desa.
Lagi-lagi menyinggung soal masalah keuangan, pagu anggaran Kementerian Desa yang sebesar Rp2,99 Triliun hampir setengahnya hanya digunakan untuk program peningkatan kapasitas dan kualitas pendamping desa, di mana hal ini menurut Sumail tidak efektif.
Dirinya menyampaikan bahwa anggaran yang begitu besar bisa digunakan untuk kepentingan pembangunan lain yang lebih banyak bermanfaat untuk rakyat.
Politisi Fraksi Partai Gerindra ini menambahkan bahwa banyak kepala desa yang mengeluhkan para tenaga pendamping desa yang dinilai jauh dari potensi maupun kualifikasi yang diharapkan
Editor : BBG
Sumber: www.berbagidesa.com, redaksijakarta.com, www.neraca.co.id