Oleh: Ahmad Amin Rifa’i / Pemerhati Pelayanan Publik Sumenep]
“Bismillah Melayani” — tagline yang digaungkan Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, seharusnya menjadi napas seluruh aparatur pemerintahan di bawahnya. Slogan itu bukan sekadar hiasan di spanduk atau baliho, melainkan komitmen moral dan etika pelayanan publik yang harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat.
Namun sayangnya, semangat itu tampak mulai memudar di sebagian jajaran birokrasi. Salah satu yang menjadi sorotan publik belakangan ini adalah pelayanan di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Sumenep, yang dinilai jauh dari nilai-nilai melayani dengan hati.
Banyak warga maupun pihak luar yang mengeluhkan sulitnya bertemu Kepala Dinas PUTR, Eri Susanto, bahkan hanya untuk sekadar audiensi atau koordinasi. Prosedurnya berbelit, seolah-olah bertemu seorang pejabat tinggi negara.
Untuk bisa bertemu Kadis saja, masyarakat harus terlebih dahulu melalui “ajudan pribadi” atau orang-orang terdekat sang pejabat yang berperan layaknya “penjaga pintu kerajaan”.
Fenomena ini tentu mengaburkan makna pelayanan publik. Ketika seorang Kepala Dinas mulai menempatkan dirinya di menara tinggi, jauh dari jangkauan masyarakat yang mestinya ia layani, maka semangat Bismillah Melayani hanya tinggal jargon kosong tanpa makna.
Sikap ini menunjukkan adanya kesenjangan antara visi bupati dan perilaku birokrasi di lapangan. Padahal, sektor infrastruktur dan tata ruang adalah urat nadi pembangunan daerah. Jika pimpinan dinasnya sulit diakses, bagaimana masyarakat atau kontraktor kecil bisa menyampaikan aspirasi dan keluhan terkait proyek, jalan, atau drainase yang rusak?
Lebih ironis lagi, publik juga menyoroti gaya kepemimpinan yang dianggap berlebihan dalam mencari pengakuan dan kehormatan, mulai dari protokoler yang kaku hingga perilaku yang dinilai “gila hormat”. Dalam konteks pelayanan publik, sikap seperti ini hanya akan menimbulkan jarak dan menciptakan citra negatif bagi pemerintahan daerah yang seharusnya humanis dan terbuka.
Sudah saatnya Kadis PUTR Sumenep bercermin, bahwa jabatan adalah amanah, bukan simbol status. Warga membutuhkan pejabat yang mudah ditemui, cepat tanggap, dan punya empati, bukan sekadar pejabat yang dikelilingi formalitas.
Bupati Achmad Fauzi telah memberi arah jelas melalui visinya: Bismillah Melayani. Maka sudah sepatutnya seluruh perangkat daerah menerjemahkan semangat itu menjadi tindakan nyata, bukan sebatas kata-kata manis di baliho.
Karena sejatinya, pelayanan publik terbaik bukan ditentukan oleh seberapa tinggi jabatan seseorang, tapi seberapa rendah hati ia melayani rakyat.
Dan yang paling terakhir orang baru berkomunikasi atau menghubungi via WhatsApp atau telepon sulitnya minta ampun untuk sekadar merespon.







