Sumenep||mitrapolisi – Hujan deras yang mengguyur wilayah Sumenep pada Selasa, 13 Mei 2025, kembali memicu banjir besar di sejumlah kawasan. Banjir kali ini meluas hingga ke daerah-daerah yang sebelumnya tidak terdampak, menandakan situasi yang semakin mengkhawatirkan dan membutuhkan penanganan serius dari berbagai pihak.
Menanggapi kondisi ini, Anggota DPRD Sumenep dari Fraksi PKB, Akhmadi Yasid, angkat bicara dan memberikan penilaian kritis sekaligus solusi atas krisis yang terjadi.
“Ini sudah masuk kategori darurat. Banjir tidak hanya di kawasan kota seperti Jl. Trunojoyo, area Museum, Taman Bunga, dan Jl. Pabian, tetapi juga di wilayah penyangga seperti Kebonagung, Batuan, hingga Babbalan dan Patean. Bahkan, satu rumah warga dilaporkan rusak,” ungkapnya dengan nada prihatin.
Akhmadi Yasid, yang juga anggota Komisi III DPRD Sumenep, menilai bahwa masalah banjir tidak bisa lagi hanya dilihat dari persoalan teknis saluran air di hilir. Ia menekankan pentingnya penanganan secara menyeluruh, termasuk dari aspek hulu, terutama menyangkut kerusakan lingkungan dan minimnya daerah resapan air.
“Pemkab harus segera bertindak, melakukan pemantauan dan evaluasi menyeluruh. Masalah ini bukan sekadar soal drainase tersumbat, tapi juga krisis tata kelola lingkungan di hulu,” tegasnya.
Ia secara khusus menyoroti maraknya aktivitas tambang galian C ilegal di wilayah Batuan dan sekitarnya sebagai penyumbang utama bencana banjir kali ini. Menurutnya, aktivitas tambang tersebut menghilangkan kawasan resapan yang selama ini menahan aliran air hujan.
“Dulu Batuan dan Kebonagung aman-aman saja. Hari ini air mencapai leher orang dewasa. Ini bukti nyata bahwa aktivitas tambang ilegal sangat merusak. Air hujan yang seharusnya meresap, kini langsung berubah menjadi banjir besar,” jelasnya.
Akhmadi menyerukan agar Pemkab Sumenep tidak menyepelekan kondisi ini. Ia menegaskan perlunya pendekatan komprehensif yang menggabungkan solusi teknis dan kebijakan lingkungan yang tegas.
“Kami di DPRD, khususnya Komisi III, mendesak agar penanganan banjir dilakukan dari hulu ke hilir. Hulu menyangkut pengendalian dan penertiban tambang ilegal serta pemulihan daerah resapan. Sementara hilir, harus ada perbaikan sistem drainase kota yang selama ini belum optimal,” pungkasnya.(amin)







